Andi Akbar Muzfa, Advokat Muda Sulsel yang Hidup Sederhana dan Aktif Bela Rakyat Kecil

Andi Akbar Muzfa, Advokat Muda Sulsel yang Hidup Sederhana dan Aktif Bela Rakyat Kecil

Makassar – Nama Andi Akbar Muzfa, SH., makin dikenal di kalangan praktisi hukum dan masyarakat Sulawesi Selatan. Ia adalah advokat muda yang bukan hanya ahli dalam menyusun strategi hukum, tapi juga punya komitmen kuat untuk membela masyarakat kecil secara cuma-cuma atau pro bono.

Yang menarik, meski sudah menjadi pengacara dan pemilik kantor hukum sendiri, Andi Akbar tetap menjalani kehidupan secara sederhana. Ia tidak tampil glamor layaknya banyak pengacara muda lainnya. Aktivitas hariannya lebih banyak dihabiskan untuk membaca, menangani kasus hukum warga kurang mampu, serta menulis di blog-blog pribadinya.

Andi lahir di Ujung Pandang, 30 April 1988. Ia adalah putra pertama dari Kompol Andi Muzakkir, perwira polisi yang cukup dikenal di Kabupaten Sidrap karena ketegasannya saat menjabat sebagai Kapolsek di berbagai kecamatan. Jiwa kepemimpinan dan integritas dari sang ayah turut membentuk karakter Andi sebagai pribadi yang berani, tenang, dan tidak suka pamer.

Pendidikan hukum ia tempuh di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan pascasarjana Administrasi Publik di STISIP Muhammadiyah Rappang. Tapi jalannya menuju dunia advokat tidak instan. Ia sempat menjadi tenaga sukarela di bagian Hukum Setda Pemda Sidrap selama lima tahun, dari 2011 hingga 2016. “Saya belajar dari bawah, langsung dari pelayanan masyarakat,” kata Andi.

Karier profesionalnya dimulai di Jakarta Timur sebagai asisten lawyer di Bertua & Co, kantor hukum milik Bertua Hutapea, adik kandung pengacara populer Hotman Paris. Setelah itu, ia kembali ke Makassar dan bekerja di firma hukum Andi Bahtiar, SH., mantan hakim Tipikor.

Pada 2020, ia mendirikan Kantor Hukum ABR & Partners di Makassar dan menjadi Managing Partner hingga sekarang. Dalam dunia hukum, Andi dikenal sebagai drafter strategi hukum yang jeli dan taktis. Ia kerap menyusun dokumen penting seperti gugatan dan pembelaan hukum yang solid dan terstruktur.

Namun, yang membuatnya istimewa adalah keberaniannya membela masyarakat tak mampu secara gratis. Ia menegaskan bahwa hukum harus bisa diakses semua lapisan masyarakat. “Saya tidak ingin hukum hanya jadi milik orang berduit. Yang tidak punya pun harus bisa mendapat pembelaan,” tegasnya.

Selain jadi advokat, Andi juga aktif di dunia usaha. Ia pernah mengelola bisnis fashion seperti Republik Gaul Clothing, Boegis Fashion, dan Pasolle Store. Kini, ia fokus mengembangkan industri kerajinan sandal LAOLISU di Kabupaten Pinrang yang turut memberdayakan pemuda lokal.

Andi juga aktif berorganisasi sejak mahasiswa. Ia pernah menjadi pengurus di HMI, ISMAHI, SOMASI, dan beberapa organisasi pergerakan seperti GEMPA, SPPH, dan GPPL. Ia juga dikenal sebagai tokoh mahasiswa kritis yang kerap turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi.

Tak hanya itu, Andi juga punya nama besar di dunia komunitas IT dan blogger. Ia mendirikan Komunitas Malaikat Komputer yang cukup terkenal di Sidrap (2012–2016). Ia juga membentuk Blogger Sidrap, Celebes Blogger Community, dan The Green Hand. Beberapa tahun lalu, ia sempat dipercaya sebagai Ketua Cyber Anony Asia Tenggara.

Meski punya segudang pengalaman dan prestasi, Andi tetap tampil apa adanya. Ia tinggal di tempat biasa, menggunakan transportasi sederhana, dan memilih menghindari sorotan media. Gaya hidupnya mencerminkan prinsip hidup yang ia pegang: "Hanya yang berani melawan rasa takut yang mampu menghadirkan perubahan."

Ia juga rutin menulis di blog pribadi tentang hukum, sosial, dan keagamaan. (6/29)


Read More.. →

Profil Andi Akbar Muzfa, S.H Lawyer Jakarta Didikan Adik Hotman Paris Hutapea

Andi Akbar Muzfa, S.H.: Advokat Muda dari Bugis Bone yang Pernah Berguru di Bawah Asuhan Adik Hotman Paris

Dalam dunia hukum yang penuh dinamika, nama Andi Akbar Muzfa, S.H. perlahan namun pasti mulai menempati ruang penting sebagai advokat muda yang disegani, khususnya di wilayah Sulawesi Selatan dan Jakarta. Lahir di Ujung Pandang pada 30 April 1988, Andi Akbar tumbuh dari tradisi Bugis Bone yang dikenal menjunjung tinggi keberanian, kejujuran, dan prinsip sipakatau.

Namun, yang menjadikan kariernya sangat menarik untuk dikaji adalah pengalaman emasnya saat bergabung di salah satu kantor hukum strategis di Jakarta Timur: Lawfirm Bertua & Co, yang dipimpin langsung oleh Bertua Hutapea, S.H., M.H., adik kandung dari pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Karier Hukum yang Dirintis dari Jakarta Timur

Tahun 2017–2018 menjadi titik balik bagi Andi Akbar. Ia direkrut sebagai Asisten Lawyer/Associate di Lawfirm Bertua & Co sebuah firma hukum yang dikenal tegas, cepat menangani perkara, dan dekat dengan gaya litigasi agresif khas keluarga Hutapea. Di sinilah, ia belajar langsung dari tangan pertama tentang praktik hukum bergaya metropolitan: padat, cepat, dan menuntut kecerdasan lapangan tinggi.

Di bawah bimbingan Bertua Hutapea, yang tak lain adalah adik kandung dari Hotman Paris, Andi Akbar ditempa bukan hanya dalam aspek teknis penyusunan berkas hukum, legal opinion, dan strategi litigasi, tapi juga belajar bagaimana membangun relasi klien, menghadapi tekanan publik, serta menjaga etika dalam dinamika ruang sidang.

“Beliau (Bertua Hutapea) adalah sosok mentor yang teliti, tegas, dan sangat menjunjung profesionalisme. Saya banyak belajar bagaimana menyusun strategi gugatan yang tajam dan elegan sekaligus,” ujar Andi Akbar dalam satu kesempatan wawancara internal komunitas hukum.

Selama menjadi associate, ia terlibat dalam berbagai perkara pidana dan perdata, termasuk sengketa perbankan, kasus tanah, perceraian selebritas, hingga pembelaan terhadap kasus pidana ekonomi. Walaupun belum banyak disorot publik, pengalaman ini menjadi fondasi yang sangat penting dalam menguatkan jam terbang hukumnya.

Dari Murid ke Pemimpin Kantor Hukum Sendiri

Berbekal pengalaman dari firma elit di Jakarta tersebut, Andi Akbar kemudian kembali ke Makassar dan mendirikan Kantor Hukum ABR & Partners pada tahun 2020. Kini ia menjabat sebagai Managing Partner, membawahi berbagai associate muda dan menangani beragam perkara di wilayah Sulsel, termasuk perkara-perkara publik strategis, sengketa keluarga, dan hukum pidana.

ABR & Partners mengusung pendekatan hukum yang responsif terhadap masyarakat kelas menengah-bawah, namun tetap menjaga kualitas layanan profesional sebagaimana yang ia pelajari di Jakarta. Andi Akbar membawa semangat efisiensi, presisi dokumen hukum, dan strategi litigasi kreatif yang menjadi ciri khas gaya Hutapea ke dalam lingkup lokal.

Keunggulan Gaya Bertindak Hukum

Gaya hukum Andi Akbar dikenal kombinatif:

  • Konsisten seperti pengacara kampus,

  • Strategis seperti pengacara korporat,

  • Namun tetap humanis seperti pengacara rakyat.

Ia dikenal membela klien dengan argumentasi kuat namun tetap ramah dalam komunikasi. Tidak heran jika ia menjadi pilihan bagi sejumlah tokoh dan masyarakat Bugis-Makassar dalam mencari perlindungan hukum.

Perluasan Layanan Hukum

Dengan membangun reputasi dari bawah, Andi Akbar kini menangani tidak hanya perkara litigasi di pengadilan, tetapi juga konsultasi hukum perusahaan, penanganan konflik agraria, dan edukasi hukum berbasis komunitas. Ia menjadikan media sosial dan blog sebagai sarana edukasi hukum, menulis berbagai pandangan tentang keadilan sosial dan etika hukum di blog miliknya.

Penutup

Andi Akbar Muzfa, S.H. bukan sekadar advokat biasa. Ia adalah contoh bagaimana anak kampung dari Bone bisa menembus lingkaran firma hukum besar di Jakarta, menimba ilmu dari keluarga pengacara elit seperti Hutapea, lalu kembali membangun kantor hukumnya sendiri untuk membela kepentingan masyarakat di tanah kelahirannya.

Jejak langkahnya membuktikan bahwa keberanian, dedikasi, dan keinginan untuk belajar bisa membawa siapa saja ke puncak profesi asal tekun dan tidak lupa asal-usul. Seperti mottonya:
"Hanya yang Berani Melawan Rasa Takut yang Mampu Menciptakan Perubahan."

Admin : Andini
Penulis : Febriani Syamsiah, SH


Read More.. →

Mengapa Biksu Tidak Boleh Mnyentuh Uang?

Mengapa Biksu Tidak Boleh Mnyentuh Uang?

Banyak orang yang mungkin belum tahu bahwa para biksu dalam ajaran Buddha, khususnya tradisi Theravāda, memiliki aturan yang cukup ketat mengenai uang. Bahkan, ada larangan yang menyatakan bahwa biksu tidak boleh menyentuh uang sama sekali. Bagi sebagian orang awam, ini terdengar ekstrem. Namun, aturan ini bukan tanpa alasan. Mari kita bahas secara lengkap dan terperinci agar kita bisa memahami makna di balik larangan tersebut.

Berikut ini adalah beberapa alasan utama mengapa biksu tidak diperbolehkan menyentuh atau menggunakan uang:

Mencegah kemelekatan terhadap materi dan kekayaan
Biksu menjalani kehidupan untuk melepaskan diri dari keterikatan duniawi. Uang adalah simbol kekayaan dan kekuasaan yang bisa memicu keinginan, keserakahan, dan kemelekatan. Dengan tidak menyentuh uang, biksu menjaga agar batinnya tidak terpengaruh oleh hal-hal yang bisa menimbulkan nafsu akan harta atau kenikmatan duniawi.

Menjauhkan diri dari godaan dunia dan penyimpangan moral
Dengan adanya uang, seseorang memiliki akses untuk membeli apa pun yang diinginkan. Jika biksu mulai menggunakan uang, ada potensi untuk menyalahgunakannya demi kepentingan pribadi, yang bisa mengarah pada penyimpangan dari jalan spiritual. Menolak penggunaan uang adalah bentuk perlindungan diri dari godaan tersebut.

Menjaga kepercayaan umat dan kemurnian hidup monastik
Masyarakat memandang biksu sebagai pribadi yang suci dan tidak terikat pada dunia. Jika seorang biksu kedapatan menyimpan atau memakai uang, kepercayaan umat bisa luntur. Hal ini bisa merusak reputasi Sangha secara keseluruhan. Oleh karena itu, larangan ini juga bertujuan menjaga martabat dan kepercayaan publik terhadap komunitas biksu.

Melatih ketergantungan pada kemurahan hati (dāna) umat
Biksu hidup bukan dengan bekerja atau berbisnis, tapi sepenuhnya mengandalkan dana dari umat. Ketika biksu menerima makanan, pakaian, atau keperluan lain dari umat, itu menjadi bagian dari praktik saling mendukung dalam Dhamma. Umat berbuat baik, biksu mendoakan dan membimbing batin. Jika biksu memakai uang, sistem ini bisa terganggu dan makna dana menjadi pudar.

Menerapkan ajaran Vinaya secara disiplin
Dalam Vinaya Pitaka (kitab peraturan monastik), terdapat aturan yang tegas bahwa seorang biksu tidak boleh menerima, menyimpan, atau meminta uang dalam bentuk apa pun. Aturan ini ditegakkan sejak masa Buddha masih hidup dan dianggap sebagai pelatihan penting untuk menjaga kehidupan sederhana dan terhindar dari kerusakan batin.

Menghindari persaingan, bisnis, dan urusan duniawi lainnya
Dengan tidak menggunakan uang, biksu otomatis tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi seperti jual-beli, investasi, atau usaha lain yang bisa menciptakan konflik, persaingan, atau ambisi. Kehidupan monastik memang dirancang untuk keluar dari sistem sosial duniawi agar fokus pada pengembangan batin dan meditasi.

Kesimpulan:
Larangan bagi biksu untuk menyentuh uang bukan semata-mata bentuk ekstremisme atau simbol asketisme belaka. Ini adalah bagian penting dari disiplin spiritual yang bertujuan untuk menjaga kemurnian hidup sebagai pencari pencerahan. Dengan menjauhkan diri dari uang, biksu melatih diri untuk tidak bergantung pada materi, menjaga kesucian hidup rohani, dan menjadi teladan bagi umat dalam menjalani kehidupan yang lebih sederhana, bersih, dan penuh kesadaran.


Read More.. →

Mengapa Biksu Tidak Boleh Duduk di Kursi Tinggi?

Mengapa Biksu Tidak Boleh Duduk di Kursi Tinggi?

Banyak dari kita mungkin pernah melihat biksu duduk bersila di lantai atau di tempat yang sangat sederhana, bahkan ketika ada kursi empuk tersedia di dekatnya. Hal ini bukan sekadar kebiasaan atau gaya hidup asketik, melainkan bagian dari disiplin spiritual yang sudah dijalani ribuan tahun dalam tradisi Buddha. Lalu, apa sebenarnya alasan di balik larangan duduk di kursi tinggi bagi para biksu?

Simak penjelasan berikut ini untuk memahami alasan mendalam di balik larangan ini, yang ternyata menyentuh aspek batin, etika, hingga hubungan sosial dalam komunitas spiritual.

Menumbuhkan rasa kesombongan dan superioritas
Duduk di tempat tinggi secara simbolik melambangkan kedudukan yang lebih tinggi dari orang lain. Dalam kehidupan masyarakat umum, tempat duduk tinggi sering dikaitkan dengan status sosial, kekuasaan, atau penghormatan istimewa. Seorang biksu, sebagai pengemban hidup spiritual, tidak seharusnya melekat pada simbol-simbol status semacam itu. Ketika seorang biksu terbiasa duduk di kursi tinggi, dikhawatirkan akan menumbuhkan rasa bangga, angkuh, atau superior, yang jelas bertentangan dengan semangat kerendahan hati dalam ajaran Buddha.

Melatih kesederhanaan dan pengendalian ego
Salah satu tujuan utama kehidupan seorang biksu adalah mempraktikkan pelepasan, baik dari kemelekatan pada barang, kenyamanan, maupun identitas diri. Dengan duduk di tempat rendah atau sederhana, biksu melatih batinnya untuk menerima keadaan apa adanya tanpa menuntut kenyamanan atau posisi istimewa. Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan sikap rendah hati dan membangun kekuatan batin yang tidak bergantung pada simbol-simbol duniawi.

Menghindari pelanggaran terhadap Vinaya Pitaka
Dalam Vinaya Pitaka, yang merupakan kitab aturan disiplin para bhikkhu dan bhikkhuni, tercantum larangan bagi biksu untuk duduk atau tidur di tempat yang tinggi, besar, atau mewah. Yang dimaksud "tinggi" di sini bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara simbolik tempat yang biasa digunakan oleh raja, bangsawan, atau orang-orang kaya. Jika biksu melanggar ini, maka ia dianggap melakukan pelanggaran ringan (dukkaṭa) yang menunjukkan ketidaksiapan dalam menempuh jalan pelepasan.

Menjaga keseimbangan batin dari kenikmatan halus
Tempat duduk yang tinggi dan empuk bukan hanya memberi kesan status, tetapi juga kenyamanan fisik. Dalam latihan spiritual, kenyamanan berlebihan dianggap sebagai hal yang dapat melalaikan batin. Biksu dilatih untuk tidak terjebak dalam kenikmatan halus semacam itu. Dengan duduk di tempat sederhana, keras, atau rendah, seorang biksu belajar untuk melepaskan keinginan akan kenikmatan dan tetap menjaga fokus batin.

Menghindari kesan pamer atau pencitraan spiritual palsu
Kadang-kadang, duduk di tempat tinggi bisa digunakan sebagai strategi untuk menampilkan kesan berwibawa atau suci di hadapan orang lain. Ajaran Buddha sangat menekankan kejujuran dalam praktik spiritual, termasuk kejujuran dalam penampilan dan sikap sehari-hari. Seorang biksu tidak boleh menciptakan citra palsu melalui posisi duduk yang seolah-olah menunjukkan kewibawaan spiritual yang belum benar-benar dicapai.

Menunjukkan penghormatan terhadap Dharma dan Sangha
Dalam kehidupan monastik, penataan tempat duduk memiliki makna tersendiri. Tempat yang lebih tinggi sering dipersiapkan untuk Buddha, kitab suci, atau guru yang benar-benar dihormati karena pencapaian spiritualnya. Seorang biksu biasa, apalagi yang masih dalam tahap pelatihan, tidak seharusnya mengambil posisi setara atau lebih tinggi dari yang seharusnya. Duduk rendah adalah bentuk nyata dari rasa hormat terhadap ajaran (Dhamma) dan komunitas suci (Sangha).

Kesimpulan
Larangan bagi biksu untuk duduk di kursi tinggi merupakan bentuk pelatihan batin agar tidak terikat pada simbol status, kenyamanan fisik, dan pencitraan diri. Melalui aturan ini, biksu dilatih untuk hidup dalam kesederhanaan, merendahkan ego, dan menjaga kehormatan komunitas spiritual. Duduk rendah bukan sekadar soal posisi fisik, tapi mencerminkan kedalaman batin dalam praktik kerendahan hati dan pelepasan dari dunia.


Read More.. →

Mengapa Biksu Tidak Boleh Memakai Parfum dan Perhiasan?

Mengapa Biksu Tidak Boleh Memakai Parfum dan Perhiasan?

Memicu kemelekatan terhadap tubuh dan penampilan
Penggunaan parfum dan perhiasan adalah bentuk perhatian terhadap penampilan fisik. Dalam ajaran Buddha, biksu dituntut untuk mengurangi keterikatan pada tubuh, karena tubuh dianggap sebagai bagian dari dunia fana yang selalu berubah dan menjadi sumber penderitaan jika dilekati. Ketika seorang biksu menghias diri dengan parfum atau perhiasan, maka ia memperkuat rasa identitas pada tubuh fisiknya, dan ini bertentangan dengan latihan melepaskan diri dari kemelekatan duniawi.

Mendorong munculnya kesombongan dan keinginan dipuji
Perhiasan dan wangi-wangian umumnya digunakan untuk menarik perhatian atau meningkatkan daya tarik pribadi. Dalam kehidupan monastik, hal ini bisa menjadi pemicu munculnya ego, kesombongan, atau keinginan untuk dipandang lebih menarik oleh orang lain. Seorang biksu dilatih untuk hidup sederhana dan rendah hati. Segala bentuk penghias diri dikhawatirkan memunculkan dorongan batin yang berlawanan dengan jalan spiritual.

Mengganggu praktik kesederhanaan dan pelepasan
Biksu hidup berdasarkan prinsip renunciation (pelepasan), yaitu meninggalkan kehidupan duniawi demi kebebasan batin. Memakai parfum dan perhiasan merupakan bentuk kepemilikan dan kenikmatan pribadi yang dianggap tidak selaras dengan praktik hidup sederhana. Barang-barang tersebut dipandang sebagai simbol kemewahan atau kesenangan, yang justru menjadi beban dalam upaya mengurangi keinginan dan hasrat duniawi.

Melanggar aturan dalam Vinaya Pitaka
Dalam Vinaya Pitaka, yaitu kitab hukum kedisiplinan bagi para bhikkhu dan bhikkhuni, terdapat larangan tegas untuk menggunakan segala bentuk perhiasan maupun minyak wangi yang bertujuan untuk mempercantik diri. Pemakaian benda-benda semacam itu termasuk dalam kategori pelanggaran ringan (dukkaṭa) yang harus dihindari oleh para biksu sebagai bentuk penghormatan terhadap kehidupan suci yang mereka jalani.

Menjaga kesetaraan di antara sesama anggota Sangha
Salah satu prinsip penting dalam komunitas monastik adalah kesetaraan dan persaudaraan. Jika seorang biksu menggunakan perhiasan atau parfum, maka dapat menimbulkan perbedaan dalam tampilan fisik yang berpotensi mengganggu kesatuan dan keharmonisan di antara para anggota Sangha. Kehidupan membiara mengutamakan keseragaman dan kebersamaan, bukan penonjolan diri.

Menjaga wibawa dan fokus dari para umat awam
Biksu adalah teladan spiritual bagi umat awam. Penampilan yang mencolok atau terlalu wangi dapat mengalihkan perhatian umat dari nilai-nilai ajaran kepada hal-hal yang bersifat lahiriah. Oleh karena itu, biksu dituntut untuk tampil sederhana, bersahaja, dan tidak menarik perhatian dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan misi spiritualnya.

Kesimpulan
Larangan bagi biksu untuk memakai parfum dan perhiasan bukan semata-mata soal aturan, melainkan merupakan bagian dari latihan batin yang mendalam. Tujuannya adalah untuk memurnikan pikiran, melepaskan kelekatan, dan menjalani hidup yang sederhana demi pencapaian pencerahan. Segala bentuk penghias diri dianggap sebagai penghalang dalam perjalanan spiritual yang menuntut kesadaran, kesederhanaan, dan pelepasan dari keinginan duniawi.


Read More.. →

Benarkah Biksu Tidak Boleh Bernyanyi? ini penjeelasannya

Mengapa Biksu Tidak Boleh Bernyanyi?

Bernyanyi dapat menumbuhkan nafsu dan kesenangan duniawi
Dalam ajaran Buddha, aktivitas bernyanyi dipandang sebagai bentuk hiburan yang merangsang kenikmatan indrawi. Suara dan melodi yang enak didengar cenderung membangkitkan rasa senang, yang pada akhirnya memperkuat kemelekatan terhadap objek-objek duniawi. Biksu dilatih untuk menjauhi kesenangan semacam ini guna menjaga kemurnian batin dan menjauh dari godaan yang dapat mengaburkan jalan menuju pencerahan.

Bernyanyi mendorong keterikatan pada suara dan keindahan
Suara, khususnya dalam bentuk nyanyian, merupakan objek pancaindra yang sangat kuat. Ketertarikan terhadap suara—baik suara sendiri maupun suara orang lain—dapat mengikat batin dalam kenikmatan yang bersifat sementara. Dalam latihan meditasi, keterikatan semacam ini menjadi penghalang yang mengganggu perkembangan konsentrasi dan kebijaksanaan.

Bernyanyi memicu kemunculan ego dan pencarian pengakuan
Dalam konteks sosial, bernyanyi sering menjadi sarana untuk menampilkan diri, mencari pujian, atau bahkan menonjolkan kemampuan pribadi. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar dalam Buddhisme, yaitu pelepasan ego (anatta). Seorang biksu harus senantiasa menumbuhkan kerendahan hati dan tidak mencari pengakuan melalui penampilan atau suara.

Menjaga suasana kontemplatif dalam kehidupan komunitas monastik
Wihara dan lingkungan Sangha didesain untuk menunjang suasana batin yang tenang dan penuh kesadaran. Suasana hening merupakan bagian penting dalam mendukung praktik meditasi dan introspeksi. Nyanyian, terlebih yang ekspresif atau emosional, dapat mengganggu ketenangan tersebut dan mengalihkan perhatian dari latihan utama.

Nyanyian tidak sesuai dengan semangat pelepasan (nekkhamma)
Pelepasan atau renunciation adalah nilai inti dalam kehidupan biksu. Menikmati suara yang indah atau melibatkan diri dalam hiburan adalah kebalikan dari semangat ini. Seorang biksu berusaha melepaskan diri dari lingkaran samsara, dan salah satu langkahnya adalah menjauh dari segala bentuk kenikmatan duniawi, termasuk nyanyian.

Larangan bernyanyi termasuk dalam Vinaya, hukum disiplin kebhikkhuan
Dalam Vinaya Pitaka, yaitu kumpulan peraturan kebhikkhuan yang ditetapkan oleh Sang Buddha, terdapat larangan eksplisit bagi biksu untuk bernyanyi, menari, bermain musik, atau menikmati pertunjukan hiburan. Pelanggaran terhadap larangan ini dikategorikan sebagai dukkaṭa, yaitu pelanggaran ringan namun tetap mencerminkan kelemahan dalam pengendalian diri.

Pelafalan paritta berbeda dengan bernyanyi
Sebagian orang mungkin menyangka bahwa para biksu bernyanyi saat melantunkan paritta atau sutra. Namun sebenarnya, paritta dilantunkan dengan intonasi monoton dan ritmis, tanpa ekspresi emosional. Tujuannya bukan untuk menghibur, melainkan untuk memfokuskan batin dan menjaga kesadaran penuh. Ini berbeda jauh dari nyanyian yang bersifat ekspresif dan mengundang rasa nikmat.


Read More.. →

Mengapa Biksu Tidak Boleh Makan Setelah Tengah Hari?

Mengapa Biksu Tidak Boleh Makan Setelah Tengah Hari?

Dalam tradisi Buddhis, khususnya aliran Theravāda, para biksu menjalani kehidupan yang sangat disiplin dan teratur. Salah satu aturan yang paling sering menarik perhatian adalah larangan makan setelah tengah hari. Buat orang awam, ini mungkin terdengar seperti aturan yang terlalu ketat. Tapi kalau kita dalami, ada makna yang sangat dalam di baliknya.

Berikut alasan-alasan penting mengapa para biksu tidak makan setelah matahari berada di tengah langit:

  1. Latihan mengendalikan nafsu dan keinginan
    Makanan bisa menjadi sumber kenikmatan dan keterikatan. Dalam ajaran Buddha, kelekatan adalah salah satu akar dari penderitaan. Dengan membatasi waktu makan, para biksu melatih diri agar tidak diperbudak oleh nafsu makan. Mereka tetap makan, tapi hanya secukupnya dan di waktu yang ditentukan.

  2. Menjaga kejernihan batin untuk meditasi
    Perut kenyang sering bikin tubuh terasa berat dan pikiran jadi mengantuk. Ini mengganggu latihan meditasi, terutama pada malam hari. Dengan tidak makan setelah tengah hari, tubuh lebih ringan, pikiran lebih tenang, dan meditasi bisa berlangsung lebih dalam tanpa gangguan dari rasa kantuk atau rasa tidak nyaman di perut.

  3. Menghormati kehidupan berdana dari umat
    Biksu hidup dari pemberian umat. Mereka tidak bekerja mencari uang atau memasak makanan sendiri. Karena itu, mereka menjaga etika dengan tidak meminta makanan berlebihan. Makan hanya sampai siang adalah bentuk penghormatan terhadap umat, supaya tidak ada beban tambahan untuk menyiapkan makanan malam.

  4. Melatih kesederhanaan dan rasa cukup
    Gaya hidup biksu memang diarahkan untuk lepas dari keinginan berlebih. Saat seseorang bisa merasa cukup dengan dua kali makan dalam sehari, ia akan belajar bahwa hidup tidak harus selalu mengikuti keinginan. Rasa cukup inilah yang menjadi dasar dari ketenangan batin.

  5. Menjaga tubuh tetap sehat secara alami
    Meskipun tujuan utamanya bukan untuk kesehatan, efek samping dari pola makan ini ternyata baik bagi tubuh. Banyak yang merasa tubuh lebih ringan, lebih segar, dan metabolisme menjadi lebih stabil saat makan dilakukan hanya di pagi dan siang hari.

  6. Sebagai bagian dari aturan Vinaya (aturan disiplin biksu)
    Aturan ini bukan datang belakangan, tapi sudah ditetapkan sejak zaman Sang Buddha. Dalam Vinaya Pitaka, sudah jelas diatur bahwa makan hanya boleh dilakukan sejak fajar hingga matahari berada di titik tertinggi. Aturan ini dijalankan oleh para biksu Theravāda secara konsisten sampai sekarang.

  7. Fleksibel sesuai kondisi tempat dan kesehatan
    Meskipun ada aturan, dalam beberapa kasus tetap ada kelonggaran. Misalnya di wilayah dengan cuaca dingin ekstrem, atau biksu yang sedang sakit. Di beberapa tradisi Mahāyāna seperti di Jepang atau Tiongkok, biksu tetap makan malam, tapi dengan semangat yang sama: tidak makan berlebihan dan tetap menjaga kesadaran penuh.

Aturan ini bukan soal puasa keras atau menyiksa diri. Justru sebaliknya, ini adalah cara untuk menjaga kedisiplinan batin. Saat tubuh tidak dikuasai oleh keinginan, batin pun menjadi lebih mudah untuk dilatih menuju ketenangan dan kebijaksanaan.

Dan kalau kita pikir-pikir, prinsip ini bukan hanya relevan buat biksu. Kita yang hidup di luar jalur spiritual pun bisa mengambil pelajaran darinya. Bahwa hidup sederhana, makan secukupnya, dan menjaga diri dari keinginan berlebih justru bisa membuat hidup terasa lebih ringan.


Read More.. →

Donasi Admin Blog


PETUNJUK :
  • Bagi yang nama pengirim donasi berstatus (privasi) maka tidak akan kami tampilkan pada daftar dibawah ini,
  • Silahkan isi Keterangan dengan menyebut Nama Usaha atau Merek dagang usaha anda, jika tidak maka akan kami kategorikan sebagai (pengunjung),
  • Adapun yang telah Berdonasi akan kami Update secepat mungkin.
Terimakasih telah Berdonasi untuk pengembangan Blog ini., adapun daftar nama yang telah berdonasi akan kami uraikan sebagai berikut :

TELAH BERDONASI
Nur Fitriani -
Ket. Laolisu Store Makassar
Rp.25.000
Transfer Mandiri to Dana
Paramitha Halim -
Ket. Pengunjung
Rp.50.000
Transfer BRI to Dana
Abdul Rahman -
Ket. SLF Store Bengkulu
Rp.50.000
Transfer BRI to Dana
Putri Amalia -
Ket. Pengunjung
Rp.5.000
Transfer Dana to Dana
Syamsiah -
Ket. Pengunjung
Rp.70.000
Transfer Mandiri to Dana
Kurniawan A -
Ket. Pasolle Coffee Sidrap
Rp.100.000
Transfer BNI to Dana
Rahim Laode -
Ket. GTC Phone Kendari
Rp.5.000
Transfer Dana to Dana
Firman Alimuddin -
Ket. ERGE FS Palembang
Rp.20.000
Transfer Dana to Dana
Sarah Nur -
Ket. Pengunjung
Rp.25.000
Transfer Mandiri to Dana
Badaruddin -
Ket. MVPStore Palu
Rp.10.000
Transfer BRI to Dana
Sulfiani -
Ket. Boegis Fashion
Rp.50.000
Transfer BNI to Dana
Ratna S -
NSPhone - Kendari
Rp.50.000
Transfer Mandiri to Dana
Andi AM -
Ket. Republik Gaul Makassar
Rp.100.000
Transfer BNI to Dana
Syamsul Alam -
Ket. Pengunjung
Rp.15.000
Transfer BNI to Dana
Agung M -
Ket. Mulia Coffee Jakarta
Rp.25.000
Transfer BRI to Dana
Firdaul Ahmad -
Ket. FA Clothing Semarang
Rp.15.000
Transfer Mandiri to Dana
Kahar Misbah - 
Ket. Lawyer Coffe Samarinda
Rp.25.000
Transfer BNI to Dana




Read More.. →

Larangan dan Pantangan dalam Agama Kristen Protestan

Agama Kristen - Christianity - Larangan dalam agama Protestan. Protestan muncul sebagai akibat dampak dari sejarah atau latar belakang reformasi gereja yang diinisiasi oleh Martin Luther berabad-abad lalu. Sama seperti agama lainnya, dalam agama Kristen Protestan juga ada berbagai larangan atau pantangan yang sebaiknya dihindari. Maka dari itu kita harus mengetahuinya agar tak salah mengambil keputusan.

Mungkin masih banyak umat Kristen yang belum tahu apa saja larangan tersebut. Sehingga bisa saja mereka tanpa sadar melakukan perbuatan dosa tersebut namun lupa mengakui dosanya melalui lagu rohani pengakuan dosa Kristen.

Sehingga, pada kesempatan ini kami akan menjelaskan kepada Anda mengenai larangan-larangan yang ada dalam agama Kristen Protestan. Anda bisa menyimak ulasan lengkapnya pada pembahasan di bawah berikut ini.

Read More.. →

Larangan Dalam Agama Buddha - Disebut Dasa Sila

Budha - Salah satu ajaran agama Buddha adalah nilai kebenaran mulia yang ditujukan untuk semua orang tanpa membedakan ras, suku, agama, dan budayanya. Ajaran ini ditemukan oleh Siddhartha saat sedang melakukan meditasi di bawah Pohon Bodhi sampai ia akhirnya mendapatkan Penerangan Sempurna dan menjadi seorang Buddha.

Ada 10 larangan dalam agama buddha sering disebut dasa sila yang berisi yaitu:
  1. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari pembunuhan
  2. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan
  3. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari perbuatan asusila
  4. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar
  5. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman keras yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
  6. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari makan makanan setelah tengah hari
  7. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari untuk tidak menari, menyanyi, bermain musik serta pergi melihat tontonan- tontonan
  8. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari pemakaian bunga- bungaan, wangi- wangian, & alat kosmetik untuk tujuan menghias & mempercantik tubuh
  9. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah
  10. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari menerima emas dan perak (uang)

Read More.. →